Mbah itu...
Suatu ketika.. ketika orang lain dengan santainya turun naik
kendaraan roda empatnya, ia.. kakek itu, tengah sibuk memberhentikan angkutan
yang tak satu pun mau mengangkutnya..
Siang itu, selesai mata kuliah pendidikan kewarganegaraan..
aku pun beranjak pergi meninggalkan kampus, dari luar gerbang besar kampusku,
dari kejauhan tampak seorang kakek tengah berlari-lari entah apa yang tengah ia
lakukan, terlihat ‘aneh’ dimataku. Ku tengok jam di layar handphoneku, pukul
11.13, yah beginilah keseharianku selepas kuliah ketika tak ada satupun teman
yang motornya dapatku pinjam, ya.. karena memang mereka pun memerlukannya. Kembali
ku amati kakek-kakek itu dari kejauhan. ‘Astaghfirullah’ batinku. Kakek itu
terjatuh di balik sebuah angkutan umum. Seorang teman satu jurusanku berada
dekat dengannya dan menolongnya. Ya allah, tersadarlah aku, aku pun seharusnya
kesana.. kulangkahkan kaki ini, dan, Ya Rabb.. Kulihat tepi bibirnya mengalir
darah segar yang terus ia usapkan kebajunya,,
“Ini mbak, embah ini mau kejar angkutan itu, embahnya lari
sampai terjatuh dibelakangnya.. kok angkotnya malah pergi” ujarnya, teman satu
jurusanku.
Aku terdiam, ‘ya Allah ternyata yang dilakukan kakek ini
sedari tadi..’ batinku.. ‘Astagfirullah’ ku hela nafas.. aku hanya dapat
terdiam melihat seorang kakek tua renta yang berjalanpun terlihat terseok-seok,
ia harus memaksa dirinya untuk berlari..
“coba ditanya dek bapaknya mau kemana?” ujar seorang bapak yang
kebetulan lewat dan menghampiri kami dengan motornya, ialah satu-satunya orang
yang mau datang menghampiri kami..
“embah mau kemana?”tanya temanku tadi,
“mau ke……” ujar kekek tadi, aku berusaha menangkap isi dari
ucapannya, namun sebagian tak mampu kudengar. “mau kemana mbah?” tanyaku
mengulang pertanyaan tadi.
“Purwosari” jawabnya, sepatah kata yang terdengar.
“coba ditanya lagi rumahnya dimana dek?” ucap bapak tadi.
“rumahnya dimana mbah?” tanya temanku lagi.
“Kampung sewu” jawabnya.
“Mbah ada KTP?” tanya bapak tadi.
“engg ad mua brang sya ktp dan lainna ilang… “ jawab kakek
tadi, melanjutkan dengan cerita yang tak begitu terdengar di telingaku..
‘Ya Allah’ batin ku. “Ya Allah mba, gimana kalo kita tunggu
dlu mbak sampai mbah ini dapat angkutan” tanya temanku padaku.
“Aduh susah kalo begini, ya sudah.. ini” bapak tadi pun
berlalu meninggalkan kami bertiga seusai memberikan selembar mata uang kepada
kakek dihadapan kami.
Kami putuskan untuk tetap tinggal menunggu datangnya
angkutan berikutnya. Banyak menit berlalu, begitupun angkutan..
angkutan-angkutan umum itu berlalu, tak ada yang bersedia berhenti dan memberi
kesempatan kakek renta ini untuk naik. Ya Rabb, terhitung tujuh angkutan sudah melewati
kami tapi seperti sebelumnya, mereka hanya berlalu bak tak membutuhkan
penumpang. Lambaian tangan kami seperti tak berarti ketika kondektur angkutan
melihat kakek yang ada di samping kami. Pada akhirnya kami pun memutuskan
meninggalkannya karena merasa tak ada lagi daya yang dapat kami usahakan, kami
putuskan meninggalkan seorang kakek renta, yang bahkan berjalan pun ia
terseok-seok.
Dalam perjalanan pulang, Entah apa yang akan terjadi pada
kakek tadi pikirku, entah bagaimana ia. Terenyuhku dalam kombinasi rasa..
SEDIH, MARAH, MALU, KECEWA bercampur menjadi satu. Betapa tak adakah yang dapat
bertanggung jawab atas dirinya,, siapa yang akan dimintai pertanggung jawaban
atas nasib kakek itu. Bukankah setiap manusia memiliki kewajiban saling peduli
atas sesamanya. Kemana pemerintah, ialah yang seharusnya mendapat beban
terbesar akan tanggung jawab mengurus rakyatnya. Dimana mereka sekarang, apakah
hanya sibuk dengan urusannya bukankah pemerintah ada untuk mengurusi rakyat
dibawahnya. Entahlah, fungsi dari jabatan di jajaran pemerintahan itu sendiri
telah terdistorsi, menjadikan mereka hanya sebagai lambang perwakilan rakyat
akan tetapi pada realitasnya adalah kosong, masing-masing dari mereka mewakili
diri dan kelompoknya sendiri. Hingga tak ada lagi waktu berfikir tentang
orang-orang yang berada di garis terbawah kemiskinan dan ketidak sejateraan. Yah
itulah realitas yang ada.. realitas yang seharusnya tak hanya terbatas sekedar
fakta namun butuh solusi nyata.
Islam.!
Comments